KAYUAGUNG, Metrosumsel.com — Dugaan praktik aborsi yang dilakukan Er warga Sukapulih mendapat perhatian dari Polres OKI. Meskipun awalnya peristiwa ini hendak disimpan rapi jauh dari jangkauan publik, atau dugaan ada upaya dari oknum kades dan tokoh masyarakat setempat dalam melindungi Fhan, namun pengusutan terhadap kasus ini sendiri tetap di proses kepolisian. Bukan tidak mungkin, selain pelaku, pihak yang membantu pun dijerat hukuman pidana.
Kapolres OKI AKBP Donni Eka Syaputra SH SIK MM, melalui Kasat Reskrim AKP Agus Prihadinika SH, ketika ditemui wartawan di ruang kerjanya, mengatakan kasus dugaan aborsi menjadi atensi tersendiri dari pucuk pimpinan.
“Tim sudah dibentuk untuk penanganan kasus yang menjadi atensi pimpinan ini, bahkan sudah turun, mengumpulkan barang bukti, serta mencari saksi-saksi yang bisa dimintai keterangan terkait kasus tersebut,” jelasnya Selasa (18/12).
Agus juga mengaku, pihaknya sedang mendalami apa yang sebenarnya terjadi sana. Termasuk juga pihaknya akan mendalami peran masing-masing yang diduga pelaku aborsi tersebut.
“Kita akan dalami sejauh mana kasus ini bisa terjadi, termasuk peran-peran mereka (Diduga para pelaku,red). Selain itu, kita juga akan segera melakukan pemeriksaan saksi-saksi di sekitar lokasi kejadian,” terangnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pasangan yang bukan suami isteri, berinisial Er (21), warga Dusun V Talang Waras, RT 03, Desa Suka Pulih, Kecamatan Pedamaran, dan Fhan, salah seorang anak pemilik rumah makan di Desa Suka Pulih, Kecamatan Pedamaran.
Dimana, Er diduga melakukan praktik aborsi, dengan menggugurkan janin berusia sekitar 5-6 bulan dalam kandungannya, atas restu dari Fhan. Soalnya, Fhan sendiri selama ini diketahui telah memiliki isteri dan anak. Sedangkan Er sendiri diketahui merupakan karyawan rumah makan milik orang tua Fhan.
Mirisnya, dugaan praktik aborsi yang dilakukan sejoli yang sudah merajut asmara selama tiga tahun ini, diduga dilindungi sang kades Suka Pulih berinisial Lu. Bahkan, beberapa perangkat desa, termasuk tokoh masyarakat setempat, juga diduga menutupi aib desa tersebut.
‘’Diduga Er itu melakukan aborsi sekitar bulan September 2018 lalu. Dirinya melakukan aborsi diduga atas restu dari sang pacar gelap berinisial Fhan. Melakukan diduga mengeluarkan paksa janin di kandungan Er, setelah meminum obat yang dibeli di salah satu apotek di Palembang,” jelas seorang sumber yang mewanti-wanti tidak disebutkan namanya ini.
Menurut sumber berjenis kelamin laki-laki itu, setelah Er diduga mengeluarkan paksa janinnya, lantas bulan November 2018 lalu, antara kedua belah pihak melakukan perdamaian yang diketahui Kades Suka Pulih berinisial Lu, Kadus V Desa Suka Pulih berinisial Wid, dan seorang tokoh masyarakat setempat.
‘’Kami tidak tahu kenapa sang kades serta tokoh masyarakat diduga memaksa melakukan perdamaian itu. Padahal secara hukum, praktik aborsi itu sangat tidak dibenarkan. Bahkan, ada ancaman pidananya dari dugaan praktik aborsi tersebut,” jelas sumber ini lagi.
Setelah wartawan melakukan kroscek di lapangan, ternyata dugaan sang kades berupaya melindungi dugaan praktik aborsi itu semakin menguat. Dimana, wartawan begitu susah mendapat informasi, baik dari perangkat desa, maupun dari keluarga Er sendiri.
Bahkan, Ketua RT 03 Desa Suka Pulih bernama Munkar, ketika ditemui wartawan di kediaman Er, juga berusaha menutupi kejadian sekitar tiga bulan lau itu. ‘’Kata Kades (Lu,red) tadi, gak usah ngomong apa-apa sama wartawan, mingkem (tutup mulut,red) aja. Suruh saja temui Abah ….. (menyebut nama tokoh masyarakat, sekaligus pemilik Ponpes di desa tersebut,” terang Munkar menirukan ucapan Kades Lu.
Meskipun sempat tidak mau bicara terkait kasus tersebut, namun akhirnya Munkar mau juga buka mulut, meskipun hanya sedikit yang diakuinya. ‘’Saya awalnya memang tidak tahu juga. Awal tahunya, setelah di datangi empat warga desa. Kemudian, saya panggil La (Bapak Er,red) ke rumah. Di situlah kami bicarakan hal itu. Namun hanya sedikit yang saya tahu tentang kejadian itu,” tutur Munkar.
Terakhir, Munkar mengatakan kalau dirinya tak terlibat dalam hal ini. ‘’Kalau mau tahu lebih jelasnya, silakan temui saya Abah …….. karena pihak keluarga juga sudah menyerahkan kuasa masalah ini kepada Abah,” tambah Munkar.
Sedangkan La, ayah Er, ketika ditemui wartawan di rumahnya, mengaku awalnya tak tahu kejadian yang dialami anaknya itu. ‘’Anak saya (Er,red) ini memang kerja di rumah makan milik orang tua Fhan. Saya tahu setelah didatangi dua hansip dan dua warga, untuk bertemu di rumah RT Pak Munkar,” tutur La.
Kemudian, sambung La, dirinya sempat mau menemui Fhan, dan melaporkan kejadian itu ke polisi, karena tak terima anaknya dibuat begitu oleh Fhan. ‘’Namun akhirnya saya gak jadi melapor, karena langsung diajak ke Ponpes Abah itu,” sambung La dengan raut muka sedih ini.
Lantas atas pertimbangan apa dirinya mau saja dibuat surat perdamaian yang intinya tidak akan menuntut Fhan? La mengaku tidak ada pertimbangan lain. ‘’Ya, saya diajak ke Ponpes, kemudian disuruh tandatangani surat perdamaian itu. Namun, setelah saya baca lagi, rasanya ada yang salah dari surat perdamaian ini,” tuntasnya.
Laporan : Rachmat Sutjipto