Metrosumsel.com, Ogan Ilir – Kain adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang masih lestari sampai saat ini. Masing-masing provinsi di Indonesia memiliki kain khas yang menggambarkan budaya lokal setempat, tidak terkecuali Provinsi Sumatera Selatan. Bukan hanya kain Songket, namun masih ada beberapa jenis kain yang tak kalah indah dengan si kain berbenang emas tersebut, seperti kain jumputan dan kain blongsong.
Sebagai kain tradisional dan khas daerah yang dalam proses pengerjaannya memiliki tingkat kerumitan dan diperlukan ketekunan juga ketelitian, begitu pun dalam proses pewarnaan di mana para pengrajin kain pada umumnya menggunakan pewarna tekstil, hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi Ketua Dekranasda Sumsel Feby Deru yang juga Ketua TP PKK Sumsel. Menurutnya saat para pengrajin kain menggunakan pewarna tekstil , sehingga akan menimbulkan dampak baik positif maupun negatif.
“Iya, karena itu saya ingin mendorong dan mengenalkan pewarna alam kepada para pengrajin kain di Sumsel. Seperti yang dilakukan Meki Oki Yasari, pengrajin kain songket dari Galeri Songket Warna Alam ini. Pewarna yang digunakannya berbahan dasar alam, yang diperoleh dari alam”, kata Feby Deru ketika menyaksikan langsung proses pewarnaan kain jumputan di desa Ulak Bedil, Ogan Ilir, Senin (13/07).
Pewarnaan kain dengan pewarna tekstil tentu menimbulkan dampak tersendiri, seperti limbah yang pada akhirnya akan bermuara pada lingkungan hidup.
“Nah ini kan menggunakan pewarna alam yang bisa di dapat dari hutan, juga kebun yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggal, bahkan beberapa bisa ditanam sendiri. Seperti secang, gambir, mahoni, kayu-kayuan, bahkan beberapa warna diperoleh dari hasil fiksasi dengan kulit buah-buahan”, imbuh Feby didampingi Wakil Ketua Dekranasda Sumsel Fauziah Mawardi Yahya.
Dengan menggunakan pewarna alam, warna yang dihasilkan pun menjadi lebih natural ketimbang menggunakan pewarna tekstil.
“Jadi nanti kepada para pengrajin kain di Sumsel bisa memperoleh pewarna alam di Galeri Songket Warna Alam ini, karena Meki si pengrajin ini punya kebun dan memiliki persediaan pewarna alam”, ujarnya.
Nantinya agar para pengrajin kain di Sumsel lebih mudah mendapatkan stok pewarna alam, Feby mengatakan bahan baku pewarna alam akan disediakan di Kriya Sriwijaya.
“Jadi untuk yang memerlukan pewarna alam atau bahan baku pewarnaan akan kita suplai di Kriya Sriwijaya, sebab untuk memudahkan mereka (pengrajin) ketimbang harus datang langsung ke desa ini”, jelasnya.
“Pewarna alam ini bisa digunakan tak hanya untuk kain songket saja, bisa juga untuk kain jumputan dan kain blongsong”, pungkasnya.
Di Galeri Songket Warna Alam, Feby Deru bersama Fauziah Mawardi Yahya menyaksikan langsung bagaimana proses menenun kain, dan proses pewarnaan kain dilakukan.
Sementara itu, Meki Oki Yasari, pengrajin kain sekaligus pemilik Galeri Songket Warna Alam menjelaskan untuk menghasikan warna indigo pada kain diperoleh melalui proses fiksasi dari ranting, daun, dan kulit buah-buahan.
“Didapatkan dari campuran berbagai bahan seperti ranting pohon, kulit pohon, daun yang difiksasi”, ungkapnya.
Meki menuturkan dirinya berfokus pada pewarna alam sejak tahun 2016 hingga kini.
“Saya menggeluti usaha kerajinan kain songket sejak tahun 2008 meneruskan usaha ibu saya yang telah dirintisnya pada tahun 90-an. Namun begitu untuk penggunaan pewarna alam, saya menggunakannya sejak 4 tahun lalu untuk kain yang saya produksi baik songket, jumputan atau blongsong”, bebernya.
Wanita berusia 33 tahun itu menambahkan penggunaan pewarna alam menghasilkan warna yang lebih lembut dan natural.
“Lagipula limbah yang ditimbulkan tidak mengandung bahan kimia dan lebih aman baik saat proses pewarnaan kain dilakukan maupun bagi lingkungan sekitar”, terangnya.(Rilis Humas Pemprov)